Menelusuri Monumen Lengkong, Bangunan Bersejarah di Tengah Tangsel


TANGERANG - Serpong memiliki monumen perjuangan, Monumen Palagan Lengkong. Lokasinya tidak jauh dari Landmark BSD City.

Monumen Palagan Lengkong atau yang dikenal juga Monumen Daan Mogot mudah ditemui karena lokasinya berada tepat di pinggir jalan. Bentuknya berupa rumah tua berwarna putih dan hijau dengan arsitektur klasik.

Tempat itu merupakan saksi bisu tragedi yang menimpa Mayor Daan Mogot dan para taruna eks PETA di Serpong.

Bangunan yang saat ini difungsikan sebagai monumen Palagan Lengkong, merupakan rumah administratur tanah partikelir Lengkong Oost. Semasa pendudukan Jepang, daerah ini menjadi tempat latihan pasukan Jepang, sekaligus sebagai gudang komoditas bahan mentah untuk kebutuhan Perang Pasifik, sebelum dikirim ke Jepang.

Setelah Jepang menyerah ke tangan sekutu, pemuda yang dilatih sebagai tentara PETA bertindak. Mereka meminta senjata kepada tentara Jepang yang masih ada di Lengkong. Bekas tentara PETA itu tidak memiliki senjata padahal ada ancaman dengan kedatangan tentara sekutu.

Keterangan itu disampaikan oleh pendiri Ngopi di Jakarta (Ngojak), Reyhan Biadillah, pada kegiatan Walking Tour Ngojak di Serpong Sabtu, (11/3/2023).

"Pasukan BKR ini enggak punya senjata, karena siswa-siswa eks PETA itu diambil lagi senjatanya oleh Jepang. Mayor Daan Mogot pada waktu itu punya inisiatif untuk meminta senjata dari Jepang, karena sekutu atau Inggris yang diboncengi Belanda itu sudah masuk ke daerah Tangerang," kata dia.

Tempat ini dulunya merupakan pusat logistik dari tentara Jepang dengan gudang senjata yang masih relatif masih lengkap. Namun, saat dimintai senjata Jepang menolak. Mereka tidak mau menyerah kepada orang Indonesia. Mereka hanya mau menyerah kepada tentara sekutu atau orang-orang Inggris.

Tetapi, dengan kecerdikan dan kejeliannya Mayor Daan Mogot menggaet orang Inggris yang membelot ke Indonesia untuk merayu tentara Jepang.

"Mayor Daan Mogot yang datang ke sini membawa prajurit yang sudah membelot pihak Indonesia, dengan tanda kutip sebagai tentara sekutu yang mewakili Inggris untuk melucuti senjata pasukan Jepang di sini," kata Reyhan.

Pasukan Jepang saat itu dipimpin oleh Kapten Abe. Adapun, Mayor Daan Mogot didampingi oleh Soebianto Djojohadikoesoemo dan adiknya Sudjojono Djojohadikoesoemo. Mereka datang untuk melakukan perundingan dengan Jepang dan didampingi beberapa orang Inggris.

Perundingan berjalan dengan baik dan senjata bisa diangkut. Namun naasnya, saat itu terdapat letusan dari salah satu senjata yang dibawa. Tentara Jepang pun panik dan mengira peristiwa itu sebagai serangan terhadap mereka.

Berkaca penyerangan terhadap prajurit Jepang di Bekasi, dibunuh di dalam perjalanan menuju Kalijati, kini mereka bereaksi dengan panik. Tentara Jepang langsung menyerang sehingga mengakibatkan 34 korban taruna Akademi Militer Tangerang dan tiga perwira Tentara Republik Indonesia, termasuk Mayor Daan Mogot ikut jadi korban.

Walau terlihat terawat dari nampak luar, tapi sayangnya berkunjung ke sini traveler tidak dapat masuk ke dalam. Konon, masih terdapat bercak darah yang masih tersisa di tempat ini.

"Kemungkinan besar kenapa ini belum dibuka, karena ada bercak darah yang belum hilang di lantainya," ujar pendiri Ngopi di Jakarta (Ngojak) lainnya, Achmad Sofiyan.

Kejadian mengenaskan itu terjadi di 25 Januari 1946. Kini, tanggal tersebut diperingati jadi Hari Bakti Taruna Akademi Militer Magelang, yakni untuk mengenang peristiwa Lengkong beserta gugurnya para taruna dan perwira, termasuk Mayor Daan Mogot.

Walau tidak dapat memasuki rumahnya, tapi bagi traveler yang penasaran akan sejarah tempat ini juga dapat mampir untuk mengamati gedung dan membaca sejarah pada monumen ini. Bangunan ini juga merupakan salah satu Cagar Budaya yang terdapat di Tangerang Selatan.

Suasananya juga teduh dengan pepohonan rimbun dan rumput hijau di sekitar sini. Cocok untuk dijadikan destinasi jalan-jalan akhir pekan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Iklan